Namanya
Victor Hariano Latupeirissa.
Saya pertama
kali mengenalnya sebagai anak muda yang berada di balik panggung #TROTOART.
Belum lama
memang. Baru sekitar 7 atau 8 tahun yang lalu. Saya lupa tepatnya.
Setelah itu,
semuanya mengalir dari satu panggung ke panggung lainnya hingga membawa kami ke
tujuan yang sama.
Kami sama-sama
menyalakan api. Tujuan kami sederhana; menjaga supaya bara api tidak sampai
padam.
Victor
punya kekuatan itu.
Mengenal,
berkawan, bekerjasama, kemudian bersahabat sangat erat dengannya adalah
anugerah yang hingga detik ini saya syukuri.
Tanggal 23
Oktober 2019 kemarin, jam 5.32 pagi hari. Saya mendengar kabar duka itu. Pesan yang
masuk pendek tapi menusuk hingga ke jantung.
“Kaka, Vic su seng ada lai” (kak, vic sudah tiada)
Hanya dengan
sekali tiupan, seketika api yang sedang berkobar hebat itu.. padam.
Dia pergi
meninggalkan cerita yang belum tuntas kami tulis.
Dia pergi
tanpa kata-kata perpisahan.
Dia pergi
dengan kenyataan pahit yang harus saya tanggung bahwa saya tidak akan pernah
bisa berjumpa dengannya lagi.
Sakit
sekali ditinggal seperti itu.
Hari ini
hari ketiga dia pergi. Masih banyak yang ingin saya katakan
padanya.
Dan saya
percaya Vic mendengar semuanya. Karena itu saya ingin menulis sebuah surat
pendek untuknya.
Viiiiiic,
Apa kabar disana? Beta rindu Vic!
Vic seng suka kehebohan-kehebohan di social
media to? Maar ini Vic sendiri yang bikin heboh. Vic su lia orang-orang posting
tentang Vic pung kepergian? Semua orang kehilangan. Semua orang tulis yang
baik-baik tentang Vic. Semua orang puji Vic. Beta percaya bukan karena Vic su
seng ada lalu dong tulis begitu. Tapi memang karena Vic hebat! Beta baca semua
tulisan tentang Vic deng air mata. Air mata sedih karena Vic su jauh, dan air
mata bangga karena beta bisa kenal sosok hebat kayak Vic.
Di antara sekian banyak hal baik yang Vic bagi deng beta, satu yang paling beta salut dari Vic yaitu Vic pung kemurnian hati.
Tidak pernah ada yang dilebih-lebihkan atau dikurang-kurangi. Itu luar biasa.
Vic pernah bilang par beta “Misdeb, katong seng
usah muluk-muluk. Yang penting katong tujuan bae. Percuma katong bikin sesuatu
yang besar tapi seng banya orang rasa akang pung bae”
Sesederhana itu seorang Victor. Semurni itu Vic
pung hati.
Vic inga dulu pernah satu kali katong 2 pulang,
singga makan ayam lalapan depan MCM. Vic cerita Vic ditawari ikut seleksi untuk
belajar seni pertunjukan panggung selama 1 tahun di luar negeri. Tapi Vic seng mau ikut
seleksi, karena menurut Vic terlalu lama dan jauh dari Ambon.
Alasan itu menurut beta agak kaku untuk anak muda
sekreatif Vic. Tapi Vic selalu tau apa yang Vic lakukan.
Terakhir beta chat deng Vic katong dua masih bahas tentang
pekerjaan. Hanya beberapa jam sebelum Vic menghembusakan nafas terakhir. Katong
dua masih membicarakan rencana-rencana yang harus katong dua bikin besok. Dan
di saat itupun Vic masih memikirkan kepentingan banyak orang.
Ah, Vic. Betapa manis hidupmu.
Danke untuk kebersamaan mahal yang tak
sebanding dengan apapun.
Danke untuk perhatian yang Vic berikan par
beta.
Danke untuk obrolan-obrolan berkelas yang seng
semua orang bisa dapa akang.
Danke untuk pelajaran seni panggung luar biasa yang
Vic kasi par beta cuma-cuma.
Danke untuk kesenangan-kesenangan sederhana
yang katong ciptakan dan nikmati sendiri.
Danke untuk cerita-cerita hidup yang bikin
katong semakin hidup.
Danke untuk tumpangan ke rumah hampir tiap
hari.
Danke untuk malam-malam beerbincang yang selalu
menghadirkan kebahagiaan.
Danke untuk ide-ide cemerlang yang tak ikut
mati.
Danke su hadir di beta hidup..
Vic janji ee.. harus bikin panggung-panggung bagus disana. Nanti beta bikin disini.
Walaupun katong dua berada di dimensi
yang berbeda, tapi selama semangat itu masih sama, maka seng ada yang berubah
dari katong dua pung mimpi-mimpi. Mari katong wujudkan akang, Vic e.
Beta janji api itu seng akan mati lai!!
Danke su sayang beta deng kasih luar biasa yang seng perlu diumbar tapi tumbuh di dalam.
Beta lai sayang Vic!
“Spread your wings and keep flying, Vic. See you in
the sky”